Rabu, 14 Januari 2009

REKAYASA GENETIKA

PRODUK REKAYASA GENETIKA

I. Sejarah Dan Pengertian Rekayasa Genetika
Rasa ingin tahu manusia dan keinginan untuk selalu mendapatkan yang terbaik dalam memecahkan semua masalah kehidupan membawa manusia untuk berfantasi dan mengembangkan imajinasinya. Hal inilah yang dialami oleh para ilmuwan di bidang biologi ketika mereka dihadapkan pada masalah kesehatan dan biologi. Mereka berimajinasi dan berandai-andai adanya suatu makhluk hidup yang merupakan perpaduan dari sifat-sifat positif makhluk hidup yang sudah ada. Percobaan-percobaan yang mereka lakukan akhirnya menemukan teknik yang dinamakan rekayasa genetika dimana dapat dihasilkan makhluk hidup seperti apa yang mereka inginkan walaupun masih terbatas hanya pada makhluk hidup tertentu seperti bakteri dan tumbuhan.
Pada awalnya, proses rekayasa genetika ditemukan oleh Crick dan Watson pada tahun 1953. Rekayasa genetika merupakan suatu rangkaian metode yang canggih dalam perincian akan tetapi sederhana dalam hal prinsip yang memungkinkan untuk dilakukan pengambilan gen atau sekelompok gen dari sebuah sel dan mencangkokkan gen atau sekelompok gen tersebut pada sel lain dimana gen atau sekelompok gen tersebut mengikat diri mereka dengan gen atau sekelompok gen yang sudah ada dan bersama-sama menaggung reaksi biokimia penerima.
Secara sederhana, proses rekayasa genetika tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Setiap makhluk hidup terdiri atas jutaan sel individu yang masing-masing sel tersebut mengandung satu set gen yang identik. Gen-gen tersebut berfungsi memberikan perintah-perintah biologi yang hanya mengeluarkan satu dari ribuan perintah yang diperlukan untuk membangun dan menjaga kelangsungan suatu makhluk hidup serta menentukan penampakan yang dimunculkan dalam bentuk fisik suatu makhluk hidup.
Gen-gen tersebut tersusun atas deoxyribonucleic acid atau asam deoksiribonukleat yang lazimnya disingkat menjadi DNA. DNA merupakan molekul yang mengkode perintah-perintah biologi di dalam struktur kimianya. Struktur kimia DNA seperti sebuah rangkaian surat-surat yang berisi pesan-pesan genetika. Surat-surat itu hanya memiliki empat huruf menurut abjad genetik (Adenin/A, Guanin/G, Timin/T, dan Cytosin/C), yang disebut basa . Setiap gen mengandung ribuan rantai basa yang tersusun menjadi sebuah rangkaian dimana gen tersebut berada dalam kromosom sebuah sel. DNA mudah diekstraksi dari sel-sel, dan kemajuan biologi molekuler sekarang memungkinkan ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies dan kemudian menyusun konstruksi molekuler yang dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA rekombinan ini dapat dipindahkan ke makhluk hidup lain bahkan yang berbeda jenisnya. Hasil dari perpaduan tersebut menghasilkan makhluk hidup rekombinan yang memiliki kemampuan baru dalam melangsungkan proses hidup dan bersaing dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain makhluk hidup rekombinan memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan makhluk asalnya. Perkembangan Rekayasa Genetika Sebagai Bagian dari Perkembangan Bioteknologi.
Secara umum bioteknologi adalah ilmu terapan proses biologi. Akan tetapi pembatasan ini masih terlalu luas yang pada akhirnya membawa pembatasan-pembatasan dengan definisi yang berlainan di tiap wilayah dimana disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan alam yang dimiliki. Pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa bioteknologi merupakan teknologi pemanfaatan organisme (mikroba) atau produk organisme yang bertujuan untuk menghasilkan bahan atau jasa. Pengertian diatas merupakan pengertian dari sudut ilmu alam dimana jika dilihat dari ilmu hukum, maka pengertian bioteknologi dapat dilihat di Konvensi Keanekaragaman Hayati pada pasal 2. Bioteknologi dinyatakan sebagai penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem hayati, makhluk hidup, atau derivatifnya untuk membuat atau memodifikasi produk-produk atau proses-proses penggunaan khusus.
Dalam era globalisasi, selain perkembangan perdagangan dunia yang amat pesat dengan tidak dihiraukannya lagi batas-batas wilayah dan kemungkinan mata uang dalam perdagangan bebas, patut diperhatikan pula perkembangan teknologi yang menyertainya. Perkembangan semua bidang kehidupan saat ini sama sekali tidak terlepas dari perkembangan dunia teknologi. Dimana kemudian tolak ukur kemajuan suatu negara banyak ditentukan dari teknologi yang dimilikinya karena teknologi telah menjadi pendukung sehingga mendorong setiap negara untuk memiliki keunggulan teknologi dari negara lainnya. Secara khusus, John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya “Megatrends 2000” menyebutkan bahwa kehadiran bioteknologi akan berkuasa di kehidupan kita. Tidak ada sains lain yang dapat memiliki kekuatan begitu besar untuk mengubah jalannya perkembangan organisme hidup kecuali bioteknologi.
Seperti halnya perkembangan segala sesuatunya dimuka bumi ini dimana akan selalu membawa dua sisi yaitu positif dan negatif. Begitu pula halnya dengan perkembangan bioteknologi yang walaupun membawa pengaruh sangat besar bagi kehidupan manusia, tak dapat dihindarkan memiliki potensi untuk mendatangkan kerugian. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah bagaimana kita sebagai manusia yang berakal dan berbudi menyikapi hal tersebut. Apakah akan menentang dan menghalangi segala perkembangan bioteknologi dengan akibat tidak juga mendapatkan sisi positifnya atau dicarikan jalan keluar akan akibat negatif yang ditimbulkan dengan tetap menerima perkembangan tersebut.
Rekayasa genetika memiliki definisi pengubahan dengan sengaja dari konstitusi atau adisi material genetik baru. Istilah ini pasti tidak asing lagi terdengar di telinga kita, mendengarnya pasti kita teringat akan kombinasi penamaan asam-asam dalam pembentukan DNA di dalam tubuh kita. Luar biasa bukan? ketika manusia telah berhasil menguasai ilmu yang seakan-seakan berlaku seperti Tuhan. Bayangkan, para ilmuwan itu bisa merancang makhluk yang mereka inginkan dengan melakukan GenRek ini. Despite of all those things, GenRek memiliki banyak kegunaan, diantaranya (taken from my KT),
o Banyak orang selamat dari penyakit turunan. Dengan menggunakan teknik DNA rekombinan, para ilmuwan telah menguji DNA yang telah diisolasi dari sel embrio untuk mempelajari apakah si calon bayi akan mempunyai penyakit keturunan atau tidak. Dokter dapat merawat calon bayi dalam rahim ibu untuk mencegah suatu kelainan.
o Mikroba yang direkayasa telah digunakan untuk meningkatkan efisiensi produksi makanan. GenRek juga memiliki potensi untuk mengontrol polusi. Para peneliti berusaha, atau mungkin telah berhasil mengembangkan mikroorganisme yang secara kimia menguraikan sampah, bahan-bahan beracun, dan sampah-sampah lainnya.
o GenRek telah digunakan untuk meningkatkan nilai nutrisi dan resistensi herbisida pada tanaman jagung, dan untuk melindungi hasil panen dari serangga dan embun beku.
Betapa mengagumkannya para ilmuwan di bidang ini, walaupun saya tidak mengikuti perkembangan-perkembangannya, saya yakin dengan adanya teknologi nano, ilmu ini akan semakin berkembang.
”Ilmu astronomi sering disalah artikan sebagai ilmu astrologi, padahal kedua ilmu tersebut sangatlah berbeda”. Begitulah keluhan salah seorang sahabatku yang kebetulan adalah seorang astronomer. Ilmu astronomi juga salah satu ilmu yang menarik dan luar biasa, sehingga bisa membuat orang-orang yang mempelajarinya menjadi ateis. Kami pernah berdiskusi mengenai jarak antar bintang ataupun benda-benda langit lainnya. Dosennya pernah berkata bahwa ketika kita melihat sebuah benda langit, maka keadaan benda langit itu merupakan keadaan ribuan maupun jutaan tahun yang lalu. Mengapa? Karena jarak yang ada antara benda langit tersebut dengan bumi, bisa mencapai jutaan atau bahkan ratusan juta kali kecepatan cahaya. Dapat dibayangkan, waktu yang ditempuh oleh cahaya untuk memberikan kita penglihatan akan benda tersebut merupakan selisih waktu antara keadaan current dengan keadaan sebelumnya.

Mengenal Teknologi Rekayasa Genetika
Teknologi rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Rakayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen. Misalnya gen pankreas babi ditransplantasikan ke bakteri Escheria coli sehingga dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang besar. Sebaliknya gen bakteri yang menghasilkan toksin pembunuh hama ditransplantasikan ke tanaman jagung maka akan diperoleh jagung transgenik yang tahan hama tanaman. Gen dari sel ambing susu domba ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri yang kemudian ditumbuhkembangkan di dalam kandungan induknya sehingga lahirlah domba Dolly yang merupakan hewan kloning (cangkokan ) pertama di dunia. Demikian pula gen tomat ditransplantasikan ke ikan transgenik sehingga ikan menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan. Rekayasa genetika dalam bibit pangan nabati telah berkembang dengan luas begitu pula produk rekayasa genetika pada hewan misalnya produksi hormon untk peningkatan kuantitas maupun kualitas dari pangan hewani. Dengan adanya produk-produk rekayasa genetika tersebut dapat dikatakan bahwa produk rekayasa genetika khususnya bahan pangan mengintroduksi unsur toksis, bahan-bahan asing dan berbagai sifat yang belum dapat dipastikan dan berbagai karakteristik lainnya. Oleh karena itu muncullah berbagai kekhawatiran dalam menggunakan dan mengkonsumsi bahan pangan transgenik. Kekhawatiran dapat bersifat ilmiah yang dibuktikan dengan berbagai hasil percobaan, tetapi ada pula kekhawatiran yang disebut kekhawtiran logika (public anxiety). Misalnya di Indonesia benalu kopi adalah obat untuk kanker sebab tanaman tersebut menjadi kanker pada tanaman kopi.

Siapa Takut?
Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi didifinisikan sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi; yang dapat menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari bakteri bisa diselipkan di khromosom tanaman, sebaliknya gen tanaman dapat diselipkan pada khromosom bakteri. Gen serangga dapat diselipkan pada tanaman atau gen dari babi dapat diselipkan pada bakteri, atau bahkan gen dari manusia dapat diselipkan pada khromosom bakteri. Produksi insulin untuk pengobatan diabetes, misalnya, diproduksi di dalam sel bakteri Eschericia coli (E. coli) di mana gen penghasil insulin diisolasi dari sel pankreas manusia yang kemudian diklon dan dimasukkan ke dalam sel E. coli. Dengan demikian produksi insulin dapat dilakukan dengan cepat, massal, dan murah.
Teknologi rekayasa genetika juga memungkinkan manusia membuat vaksin pada tumbuhan, menghasilkan tanaman transgenik dengan sifat-sifat baru yang khas.
Rekayasa genetika pada tanaman mempunyai target dan tujuan antara lain peningkatan produksi, peningkatan mutu produk supaya tahan lama dalam penyimpanan pascapanen, peningkatan kandunagn gizi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu (serangga, bakteri, jamur, atau virus), tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas serangga jantan (untuk produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan, penundaan kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi.
Rekayasa Genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara, meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), dan untuk menghasilkan bahan obat-obatan dan kosmetika

II. Rekayasa Genetika Tanaman, Hewan Dan Mikroba
Sekira 20 produk pertanian hasil modifikasi genetik telah beredar di pasaran Amerika, Kanada, bahkan Asia Tenggara. Dalam enam tahun ke depan, berbagai perusahaan telah menyiapkan 26 produk lainnya, mulai dari kedelai, jagung, kapas, padi hingga stroberi. Dari yang tahan hama, herbisida, jamur hingga pematangan yang dapat ditunda.
Pada dasarnya prinsip pemuliaan tanaman, baik yang modern melalui penyinaran untuk menghasilkan mutasi maupun pemuliaan tradisional sejak zaman Mendel, adalah sama, yakni pertukaran materi genetik. Baik seleksi tanaman secara konvensional maupun rekayasa genetika, keduanya memanipulasi struktur genetika tanaman untuk mendapatkan kombinasi sifat keturunan (unggul) yang diinginkan. Bedanya, pada zaman Mendel, kode genetik belum terungkap. Proses pemuliaan dilakukan dengan ”mata tertutup” sehingga sifat-sifat yang tidak diinginkan kembali bermunculan di samping sifat yang diharapkan. Cara konvensional tidak mempunyai ketelitian pemindahan gen. Sedangkan pada new biotechnology pemindahan gen dapat dilakukan lebih presisi dengan bantuan bakteri, khususnya sekarang dengan dikembangkannya metode-metode DNA rekombinan.

Varietas baru
Apa yang ingin dilakukan oleh para ahli genetika ialah memasukkan gen-gen spesifik tunggal ke dalam varietas-varietas tanaman yang bermanfaat. Hal ini akan meliputi dua langkah pokok. Pertama, memperoleh gen-gen tertentu dalam bentuk murni dan dalam jumlah yang berguna. Kedua, menciptakan cara-cara untuk memasukkan gen-gen tersebut ke kromosom-kromosom tanaman, sehingga mereka dapat berfungsi.
Langkah yang pertama bukan lagi menjadi masalah. Dengan teknik DNA rekombinan sekarang, ada kemungkinan untuk menumbuhkan setiap segmen dari setiap DNA pada bakteri. Tidak mudah untuk mengidentifikasi segmen khusus yang bersangkutan di antara koleksi klon. Khususnya untuk mengidentifikasi segmen tertentu yang bersangkutan di antara koleksi klon, apalagi untuk mengidentifikasi gen-gen yang berpengaruh pada sifat-sifat seperti hasil produksi tanaman.
Langkah kedua, memasukkan kembali gen-gen klon ke dalam tanaman juga bukan sesuatu yang mudah. Peneliti menggunakan bakteri Agrobacterium yang dapat menginfeksi tumbuhan dengan lengkungan kecil DNA yang disebut plasmid Ti yang kemudian menempatkan diri sendiri ke dalam kromosom tumbuhan. Agrobacterium merupakan vektor yang siap pakai. Tambahkan saja beberapa gen ke plasmid, oleskan pada sehelai daun, tunggu sampai infeksi terjadi, setelah itu tumbuhkan sebuah tumbuhan baru dari sel-sel daun tadi. Selanjutnya tumbuhan itu akan mewariskan gen baru kepada benih-benihnya.
Rekayasa genetika pada tanaman tumbuh lebih cepat dibandingkan dunia kedokteran. Alasan pertama karena tumbuhan mempunyai sifat totipotensi (setiap potongan organ tumbuhan dapat menjadi tumbuhan yang sempurna). Hal ini tidak dapat terjadi pada hewan, kita tidak dapat menumbuhkan seekor tikus dari potongan kepala atau ekornya. Alasan kedua karena petani merupakan potensi besar bagi varietas-varietas baru yang lebih unggul, sehingga mengundang para pebisnis untuk masuk ke area ini.

Kapas Transgenik
Tanaman hasil rekayasa genetika atau sering kita sebut sebagai tanaman transgenik melangkah dari eksperimen laboratorium ke uji lapangan dan akhirnya komersialisasi hampir tanpa hambatan yang berarti. Memang, kadang ada eksperimen yang gagal, tetapi tidak sampai menimbulkan ”kecelakaan.”
Tahun 1989 untuk pertama kalinya uji lapangan dilakukan pada kapas transgenik yang tahan terhadap serangga (Bt cotton) dan pada tahun yang sama dimulai proses pemetaan gen pada tanaman (Plant Genome Project). Pada tahun 1992 sebuah perusahaan penyedia benih memasukkan gen dari kacang Brasil ke kacang kedelai dengan tujuan agar kacang kedelai tersebut lebih sehat dengan mengoreksi defisiensi alami kacang kedelai untuk bahan kimia metionin. Meskipun sedikit, ada orang yang alergi terhadap kacang Brasil dan kacang kedelai transgenik tersebut menimbulkan efek alaergi pada orang yang sama.
Perusahaan tersebut menghentikan projek tersebut padahal ratusan ribu orang dapat diselamatkan dari kekurangan gizi tersebut dibandingkan satu atau dua orang saja yang alergi terhadap kedelai tersebut. Dua tahun kemudian untuk pertama kalinya Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyetujui pangan transgenik (tomat) yang dapat ditunda proses kematangannya (FLARSAVR Tomatoes). Pada tahun 1999, di Inggris, dengan badan regulasi keamanan produk pangan yang telah kehilangan kepercayaan setelah epidemi ”sapi gila.” Produk hasil rekayasa genetika menjadi perkara besar, padahal di Amerika perkara yang sama telah menjadi biasa pada tiga tahun sebelumnya.
Penelitian terbaru yang dilakukan para pakar bioteknologi di Inggris yang dimuat dalam “Nature Journal”, menyimpulkan bahwa tanaman hasil rekayasa genetika tidak perlu dikhawatirkan. Hal ini diungkapkan oleh Michael Crawley, ahli biologi Imperial College. Tim yang dibentuk pada awal tahun 1990, dipimpin oleh Crawley, melakukan penelitian pada tanaman transgenik. Selama 10 tahun, tim peneliti mengamati berbagai jenis tanaman transgenik di 12 lokasi di Inggris.
penelitian jangka panjang ini pertama kalinya dilakukan dan ditujukan untuk mengamati dua kemungkinan risiko dari teknologi transgenik. Pertama, adalah pengaruh terhadap lingkungan dari makanan hasil rekayasa (GM food). Kedua, apakah tanaman ini akan menyebar tanpa bisa dikontrol dan apakah ada perkembangbiakan di antara mereka dengan spesies asli untuk membentuk tanaman invasif. Penelitian yang didukung oleh pemerintah Inggris dan melibatkan konsorsium perusahaan bioteknologi ini membuktikan bahwa tanaman ini tidak berubah menjadi ”tanaman super” ataupun berproduksi tanpa kendali sampai mengambil alih habitat tanaman asli.
Dari hasil penelitian pada tanaman jagung, kentang, kanola, tepung maizena, dan gula transgenik selama 10 tahun lebih yang dilakukan dalam skala besar, para ilmuwan menyimpulkan bahwa tanaman transgenik tidak akan memengaruhi tanaman lain. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa tanaman transgenik tidak memengaruhi lingkunga.
Pelepasan tanaman produk rekayasa genetika ke alam dipandang memiliki risiko terhadap lingkungan dan kesehatan manusia seperti misalnya kemungkinan tanaman transgenik tersebut menjadi gulma, kemungkinan terjadinya perpindahan gen pada spesies lain yang berakibat buruk, dan risiko kesehatan karena tanaman transgenik tersebut digunakan sebagai makanan.
Proses perpindahan DNA dari satu spesies ke spesies lain secara alami terjadi di alam. Bahkan dipercaya proses ini merupakan bagian dari proses evolusi biosfer planet Bumi yaitu terjadinya perpindahan materi genetik ganggang hijau biru (merupakan nenek moyang sel tanaman) yang menyebabkan tanaman menjadi mampu melakukan proses fotosintesis yang secara drastis mengubah kondisi Bumi yang tadinya tidak beroksigen (anaerobik) menjadi beroksigen (aerobik).
Contoh lain misalnya ketahanan bakteri tanah Agrobacterium tumefasciens dengan mengintegrasikan sebagian genomnya pada tanaman, seperti pada pembuatan tanaman transgenik saat ini. Dengan demikian, proses perpindahan DNA pada tanaman transgenik tidak dengan sendirinya menimbulkan risiko, namun yang dihasilkan dari ekspresi gen intraduksilah yang harus dikaji risikonya.

Berikut ini adalah petikan-petikan analisis risiko yang berasal publikasi The Royal Society of New Zealand.
1. Apakah tanaman transgenik berbahaya bila dikonsumsi?
Tanaman transgenik dapat berbahaya atau bermanfaat bagi manusia dan lingkungan tergantung tujuan pengembangannya dan tidak terlepas juga dari sifat gen yang diintroduksi. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, maka tanaman transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun. Kelebihan dari proses rekayasa genetika tanaman transgenik dibandingkan dengan pemuliaan tanaman secara tradisional yaitu dalam tanaman transgenik, gen yang dipindahkan dapat diketahui dengan persis dan dapat diikuti “perjalanannya”. Analisis toksisitas pada tanaman transgenik biasa dilakukan dengan menggunakan metoda acute gavage dan feeding studies pada binatang-binatang percobaan untuk menentukan apakah protein baru bersifat toksik atau tidak
Sementara itu, telah didokumentasikan bahwa tanaman-tanaman hasil pemuliaan tradisional pun dapat membahayakan kesehatan seperti varietas kentang Lenape dari AS dan Kanada dan varietas Magnum bonum dari Swedia. Kedua varietas ini telah ditarik dari pasaran karena memiliki kadar racun glikoalkaloid yang tinggi. Selain itu, varietas seledri yang resist (tahan) terhadap serangga hasil pemuliaan tradisional yang dilepas di Amerika Serikat ternyata memiliki kadar psoralen (karsinogen) yang tinggi.
2. Apakah produk rekayasa genetik membunuh manusia ?
Penyakit EMS (Eosinophilia-Myalgia Syndrome) yang menyebabkan kematian pada manusia ternyata disebabkan oleh konsumsi makanan suplemen yang mengandung L-tryptophan (US FDA 1990). L-tryptophan dihasilkan dari hasil fermentasi bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Untuk meningkatkan produksi asam amino ini, perusahaan pembuatnya yaitu Showa Denko merekayasa genetik bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Pada saat bersamaan perusahaan itu juga mereduksi penggunaan karbon aktif yang diperlukan untuk menyaring kontaminan dan impuriti yang biasa terdapat pada setiap proses fermentasi sebanyak 50 persen. Penyakit EMS (tryptophan) yang terjadi diakibatkan oleh proses penyaringan yang tidak sempurna. Penyakit ini bukan disebabkan karena penggunaan transgenik bakteri.
3. Mungkinkah tanaman transgenik berubah menjadi gulma?
Tanaman budi daya memiliki tampilan agronomis yang jauh berbeda dibandingkan dengan tanaman nenek moyangnya yang mungkin lebih menyerupai gulma. Ciri-ciri gulma adalah biji memiliki masa dormansi (istirahat) yang panjang, mampu beradaptasi pada lingkungan yang beragam, pertumbuhan yang terus menerus, serta penyebaran biji yang lebih luas. Ciri-ciri kegulmaan ini telah dihilangkan pada tanaman budidaya melalui proses pemulian tanaman selama ratusan bahkan ribuan tahun. Pemindahan satu gen saja (misalnya gen ketahanan terhadap serangga, atau herbisida) tidak akan bisa mengembalikan semua karakter kegulmaan pada tanaman budidaya.
Penanaman tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida mendatangkan kekhawatiran akan berpindahnya karakter tahan terhadap herbisida tersebut pada kerabat liarnya yang merupakan gulma sehingga tanaman tersebut dikhawatirkan menjadi tanaman gulma yang super. Kekhawatiran ini terutama mungkin terjadi jika tanaman tersebut ditempatkan di tempat keanekaragaman hayati (center of genetic diversity) tanaman transgenik tersebut. Tanaman-tanaman budidaya yang ditanam secara luas di Indonesia dan memiliki nilai tinggi berasal dari introduksi dari negara lain, seperti jagung yang berasal dari Meksiko, kedelai dari Cina, kapas dari India, kelapa sawit dari Papua Nugini, dan karet dari Brazil.
4. Apakah produk rekayasa genetika dapat menyebabkan alergi?
Alergi terhadap makanan diartikan sebagai reaksi imunologi (kekebalan) tubuh, yang mempunyai dampak merugikan kesehatan, terhadap antigen yang terdapat dalam makanan. Lebih dari 90 persen kasus alergi terhadap makanan disebabkan karena makanan-makanan yang termasuk dalam “kelompok delapan” yaitu telur, ikan, makanan laut, susu, kacang tanah, kacang kedelai, pohon penghasil kacang (tree nuts), dan gandum. Rekayasa genetika memungkinkan terjadinya introduksi protein yang berasal dari sumber yang beragam pada makanan. Alergy and Immunology Institute dan International Food Biotechnology Council bersama dengan para pakar di bidangnya telah merumuskan protokol pengujian kemungkinan makanan hasil rekayasa genetika yang bersifat sebagai alergen. Untuk menguji makanan hasil rekayasa genetika yang tidak mengandung alergen dilakukan serangkaian pengujian meliputi identifikasi sumber gen apakah berasal dari “kelompok delapan” di atas.
Dari contoh evaluasi alergenitas di atas dapat disimpulkan bahwa kemungkinan diintroduksinya alergen pada proses rekayasa genetika sudah dapat diprediksi dengan metoda deteksi yang memang sudah tersedia untuk mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan introduksi ini. Penelitian-penelitian selama ini membuktikan bahwa penambahan protein pada makanan yang bukan berasal dari kelompok delapan di atas, yang tidak memiliki kesamaan susunan asam amino dengan protein alergen yang ada di database serta protein pada sumber makanan tersebut mudah terurai (tidak stabil) pada pemanasan maupun pada proses pencernaan, tidak membuat tanaman transgenik tersebut menjadi lebih bersifat alergen dibandingkan dengan tanaman bukan transgenik.
Selain itu, dibandingkan dengan proses pemuliaan biasa, gen yang diintroduksi pada tanaman hasil rekayasa genetika, sudah diketahui persis susunan DNA-nya maupun protein hasil ekspresinya, sehingga kemungkinan adanya alergen pada tanaman hasil rekayasa genetika sudah dapat diprediksi lebih dini. Misalnya, penelitian di Jepang menunjukkan dengan rekayasa genetika telah dimungkinkan adanya pengurangan kadar protein alergen tanaman padi.
Di negara-negara lain, metode-metode pengujian keamanan produk-produk pertanian hasil rekayasa genetika telah tersedia dan penelitian atas tanaman-tanaman transgenik yang kini dipasarkan telah diakui keamanan pangan (food safety) maupun keamanannya terhadap lingkungan, misalnya oleh badan-badan pengatur seperti Health and Welfare Canada (Kanada), Advisory Committee on Novel Foods and Process, Ministry of Agriculture, fisheries and Food (Inggris), National Food Agency (Denmark), Ministry of Agriculture, Fisheries, and Forestry (Jepang), Australia, Argentina, Malaysia, Afrika Selatan, dan negara-negara lain.
Kloning Domba Dolly
Dalam beberapa jam pertama setelah pemaparannya kepada media, Dolly, domba betina hasil kloning, menjadi sensasi. Bahkan sebelum artikel ilmiahnya dipublikasikan, beberapa ilmuwan mencoba menekan pimpinan dari majalah NATURE agar tidak menerbitkannya. Memang benar bahwa artikel itu menjelaskan, secara rinci, prosedur yang membuatnya mungkin untuk mereproduksikan eksperimen tersebut.
Meskipun Dolly dianggap sebagai preseden yang berbahaya, dia bukan "makhluk" pertama yang dimodifikasikan secara genetik, yang eksistensinya mengganggu media. Binatang-binatang transgenik sekarang sudah umum berada dalam laboratorium-laboratorium umum dan swasta. Binatang-binatang itu sesungguhnya "tabung-tabung percobaan" yang diciptakan untuk memahami penyakit-penyakit manusia atau untuk memprodusir protein-protein kompleks. Dibandingkan dengan domba-domba yang memprodusir antibodi-antibodi manusia atau babi-babi yang memprodusir anti-pembekuan, Dolly tidak begitu menakutkan.
Hampir dua puluh tahun yang lalu tikus transgenik pertama diciptakan dengan menyuntikkan DNA manusia ke dalam inti dari telor tikus yang baru-baru ini dibuahi. Dewasa ini, tikus-tikus yang dimodifikasikan secara genetik bisa di dapat sesuai pesanan. Anda ingin mempelajari bagaimana beberapa gene menyebabkan kanker? Tikus-tikus yang mengandung 'p53' yang dimodifikasikan disediakan untuk anda, dan apa yang harus anda lalukan adalah ikutilah perkembangan tumor-tumor. Anda ingin tahu apakah kelebihan amiloid dapat merupakan penyebab dari penyakit Alzheimer?
Perusahaan Genzyme Transgenics, dari Massachusetts, mengubah domba-domba sehingga domba-domba itu dapat memproduksi antithrombine III, suatu protein yang memungkinkan untuk mengontrol pembekuan darah. Protein yang diambil dari susu merupakan tiruan yang tepat dari protein manusia. Beberapa kandang jauhnya dari Dolly, perusahaan PPI Therapeutics memprodusir antitrypsine dari domba-domba betina dan lactalbumine dari sapi-sapi. Di Virginia, babi-babi mendapat pasaran untuk produksi Faktor VIII manusia.
Sesungguhnya, mengenai anak-anak sapi, sapi-sapi, babi-babi, manapun yang anda pilih, akan ada losinan laboratorium yang dapat menyediakannya, dan apabila anda menginginkan kloning manusia dalam beberapa bulan, kami dapat bertaruh bahwa akan ada beberapa laboratorium dengan kemampuan untuk menghasilkan itu.
Suatu jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa 53 % orang-orang Amerika menentang kloning, bahkan untuk binatang, tetapi 71 % menyatakan mereka bersedia memikirkan kembali tentang hal itu apabila penemuan itu dapat membantu menyelamatkan kehidupan. Enam persen dari mereka bahkan bersedia untuk mengijinkan dirinya di-klon. Kemarin ahli biologi Inggeris R. Dawkins mengatakan bahwa dia bersedia untuk bergabung dengan mereka, tentu saja hanya untuk keinginan tahu ilmiah.
Presiden Clinton menyatakan "Dolly menimbulkan masalah-masalah tata susila yang nyata". Seorang wartawan Inggeris menekankan bahwa keuntungan menjadi presiden terletak pada kenyataan bahwa tak seorangpun mempunyai nyali untuk memintanya agar lebih saksama menilai masalah-masalah ini. Dengan demikian, sejak 25 Pebruari, membaca tentang karangan-karangan yang diterbitkan mengenai masalah-masalah etika ini, tidak benar-benar mencerahkan kita tentang isinya. Beberapa menyebutkan agar hormat pada individu, suatu konsep yang akan menarik untuk terus diperdebatkan di dunia ini dimana persesuaian adalah normanya. Debat filosofis adalah lemah. Mendasari seluruh wacana ini terjadilah gagasan-gagasan yang tak akan mengejutkan seorangpun: "Untuk meng-klon saya ya, tetapi tentu saja bukan orang lain... Apabila mereka meng-klon yang terbaik di antara kita, apakah saya akan ada di antara mereka?" Bila mereka nyata-nyata akan meng-klon yang terburuk di antara kita, kita harus menghentikannya sekarang.
Mikroba
Mikroba didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang organisme
mikroskopis. Mikrobiologi berasal dari bahasa Yunani, mikros=kecil, bios=hidup dan logos=ilmu.Ilmuwan menyimpulkan bahwa mikroorganisma muncul kurang lebih 4 juta tahun yang lalu dari senyawa organik kompleks di lautan,atau mungkin dari gumpalan awan yang sangat besar yang mengelilingi bumi. Sebagai makhluk hidup pertama di bumi, mikroorganisma diduga merupakan nenek moyang dari semua makhluk hidup.
Awal mula munculnya ilmu mikrobiologi pada pertengahan abad 19 pada waktu ilmuwan telah membuktikan bahwa mikroorganisme berasal dari
mikroorganisme sebelumnya bukan dari tanaman ataupun hewan yang membusuk.Selanjutnya ilmuwan menunjukkan bahwa mikroorganisme bukan berasal dari proses fermentasi tetapi merupakan penyebab proses fermentasi buah anggur menjadi anggur dapat berubah. Ilmuwan juga menemukan bahwa mikroba tertentu menyebabkan penyakit tertentu. Pengetahuan ini merupakan awal pengenalan dan pemahaman akan pentingnya mikroorganisme bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Selama awal abad 20 ahli mikrobiologi telah meneliti bahwa mikroorganisme mampu menyebabkan berbagai macam perubahan kimia baik melalui penguraian
maupun sintesis senyawa organik yang baru. Hal inilah yang disebut dengan
‘biochemical diversity’ atau keaneka ragaman biokimia yang menjadi ciri khas mikroorganisme. Disamping itu, yang penting lainnya adalah bahwa mekanisme perubahan kimia oleh mikroorganisma sangat mirip dengan yang terjadi pada organisme tingkat tinggi. Konsep ini dikenal dengan ‘unity in biochemistry’ yang artinya bahwa proses biokimia pada mikroorganisme adalah sama dengan proses biokimia pada semua makhluk hidup termasuk manusia. Bukti yang lebih baru menunjukan bahwa informasi genetik pada semua organisme dari mikroba hingga manusia adalah DNA.Karena sifatnya yang sederhana dan perkembangbiakan yang sangat cepat serta adanya berbagai variasi metabilma, maka mikroba digunakan sebagai model penelitian di bidang genetika. Saat ini mikroorganisme diteliti secara intensif untuk mengetahui dasar fenomena biologi.
Mikroorganisma juga muncul sebagai sumber produk dan proses yang
menguntungkan masyarakat, misalnya: alkohol yang dihasilkan melalui proses fermentasi dapat digunakan sebagai sumber energi (gasohol). Strain-strain baru dari mikroorganisme yang dihasilkan melalui proses rekayasa genetika dapat menghasilkan bahan yang penting bagi kesehatan manusia seperti insulin.Sebelumnya hanya insulin yang diekstrak dari pankreas lembu yang dapat menerimanya. Sekarang, insulin manusia dapat diproduksi dalam jumlah yang tak terhingga oleh bakteri yang telah direkayasa.
Mikroorganisma juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk membersihkan lingkungan, misal: dari tumpikan minyak di lautan atau dari herbisida dan insektisida di bidang pertanian. Hal ini dikarenakan mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk mendekomposisi/menguraikan senyawa kompleks. Kemampuan mikroorganisme yang telah direkayasa untuk tujuan tertentu menjadikan cabang baru dalam mikrobiologi industri yang dikenal dengan bioteknologi. Jika anda membaca tentang mikroorganisma anda akan menghargai, mengagumi mikroorganisma anda akan menghargai, mengagumi mikroorganisma seperti bakteri,algae, protozoa dan virus yang merupakan organisme yang sering tidak terlihat.Beberapa diantaranya bersifat patogen bagi manusia.

III. Keuntungan Dan Kerugian Rekayasa Genetika
Memang di dalam teknologi rekayasa genetika ada yang aman ada juga yang tidak, sama amannya atau sama bahayanya dengan gen-gen yang direkayasa. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, tanaman transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun. Kelebihan dari proses rekayasa genetika tanaman transgenik dibandingkan dengan pemuliaan tanaman secara tradisional yaitu dalam tanaman transgenik, gen yang dipindahkan dapat diketahui dengan persis dan dapat diikuti "perjalanannya". Tanaman yang tahan terhadap serangga tertentu, tidak begitu banyak memerlukan insektisida, bahan bakar untuk alat semprot, dan tidak ada kaleng bekas insektisida menjadikan tanaman transgenik ramah terhadap lingkungan.
Dapat menjadi bahan renungan bagi kita, saat ini enam puluh persen benih yang dijual di Amerika adalah benih hasil rekayasa genetika. Tak heran, jika sejak 1992 pertumbuhan industri bioteknologi mengalami pertumbuhan lebih dari tiga kali lipat. Dengan peningkatan pendapatan dari 8 miliar dolar AS di tahun 1992 menjadi 27,6 miliar dolar AS di tahun 2001.
Bukan hanya itu, industri bioteknologi telah menyediakan lapangan kerja bagi 179.000 orang, jumlah ini lebih banyak dari jumlah pekerja di bidang makanan, mainan, dan jasa. Inilah kemajuan bioteknologi yang kita harapkan. Coba kita cermati apa yang dikatakan William Shakespeare dalam Measure for Measure, keraguan adalah pengkhianatan, membuat kita kehilangan peluang untuk menang karena rasa takut untuk mencoba. Ya, dari totipotensi telah menjadi potensi bisnis. Bagaimana dengan di Indonesia?
Terkadang, tanpa disengaja kulit kita terkena luka, tetapi selalu menimbulkan bekas yang tak hilang. Bahkan, jika pernah dioperasi salah satu bagian tubuh, jahitan yang membekas tak bisa hilang selamanya. Bagi sebagian orang, apalagi perempuan yang ingin kulitnya mulus, hal ini tentu sangat menggangu. Sebuah penelitian di Inggris baru-baru ini membuka harapan cerah bagi mereka yang sangat takut kulitnya rusak akibat kecelakaan atau pasca operasi. Teknik rekayasa genetik menggunakan dapat mencegah luka meninggalkan bekas yang mengurangi kemulusan dan keindahan kulit.
Para peneliti di Universitas Bristol telah menemukan gen-gen yang mengatur perubahan bentuk jaringan pada bekas luka. Dengan menekan fungsi salah satu gen tersebut menggunakan gel tertentu, luka tidak hanya pulih sediakala namun juga dapat menyembuhkan luka dengan cepat.
Temuan ini tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang terkena luka, tapi juga pasien yang menjalani operasi akibat kerusakan organ dalam. Saat kulit terluka, jaringan darah dan sel di bawah kulit mulai bekerja memperbaiki kerusakan, lalu tersisa bekas luka berupa codet.
Bekas luka di kulit adalah efek wajar dari proses perbaikan jaringan, codet juga tanda paling pasti bahwa kulit sudah sembuh setelah luka iris atau luka bakar. Bentuk codet ini bisa sangat beragam, mulai dari yang ringan sampai yang agak parah akibat penyakit diabetes.
Kerusakan juga tidak cuma terjadi di kulit, luka kadang menjadi parah dalam kasus-kasus tertentu, contohnya luka di jaringan hati yang terinfeksi alkohol sangat sering menimbulkan bekas luka yang serius bahkan kanker hati dan gagal hati.
Menurut para pakar, mayoritas bekas luka operasi organ dalam memunculkan komplikasi penyakit yang juga serius. Kerusakan jaringan memicu reaksi berupa peradangan, ini disebabkan oleh upaya darah putih melindungi kulit dari berbagai infeksi luar, sehingga sel darah putih membunuh banyak mikroba. Sel darah putih juga memandu produksi lapisan-lapisan kolagen. Lapisan ini membantu proses penyembuhan luka tapi mereka berada di sekitar kulit dan menyisahkan kodet. Penelitian yang dipimpin Profesor Paul Martin di Universitas Bristol kemudian mendapati bahwa gen osteopontin (OPN) merupakan gen yang memacu hadirnya bekas luka di kulit. Dengan mengoleskan gel penekan aktifitas gen OPN, peneliti pun mengamati munculnya percepatan kesembuhan luka sekaligus parut yang diminum.

Membongkar Sel Tua
Sementara itu The Sunday Times (15 Januari 1998) mengabarkan, seorang ilmuwan AS lainnya telah berhasil menyingkap rahasia penuaan. Dari “main-main” dengan materi genetik, mereka menemukan “sumber zat awet muda” untuk membuat sel manusia hidup lebih lama.
Usaha memperpanjang usia sel manusia dipandang akan sangat bermanfaat bagi penanggulangan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan keuzuran. Tim Dr. Woodring Wright, profesor biologi sel di University of Texas, Dallas, menggunakan enzim telomerase. Enzim ini dihasilkan oleh sel kecambah, seperti sel telur dan sperma, dan mempengaruhi telomere (ujung kromosom). Kromosom sendiri, seperti diketahui, membawa gen-gen atau “cetak biru” manusia.
Sebagian kecil telomere ternyata hilang setiap kali sel biasa pada tubuh manusia membelah diri. Namun karena sel normal tidak menghasilkan enzim telomerase, telomere tidak tumbuh lagi. Tim Dr. Wright berhasil menemukan cara untuk menumbuhkan kembali telomere ini dengan menggunakan enzim telomerase.
Tahun lalu tim Dr. Wright mampu membuktikan, hilangnya telomere berkaitan dengan keuzuran. Dengan telomerase, mereka yakin bisa meregenerasi telomere - sehingga penuaan (setidaknya di tingkat sel) dapat dihentikan. Namun, ia cepat-cepat mengingatkan, “Ini tidak berarti manusia dapat hidup selamanya.” Karena matinya sel hanya salah satu saja dari sekian banyak proses yang membuat seseorang menjadi tua.
Namun, penemuan itu dapat membantu memperpanjang usia sel dengan cukup berarti. Kebutuhan akan sel yang jauh lebih panjang umur dari yang sampai kini ada, memang amat dibutuhkan oleh para terapis gen dalam usahanya menyembuhkan pasien berpenyakit yang menurun, misalnya cystic fibrosis. Dalam terapi ini yang biasa dilakukan adalah mengambil sel-sel si pasien, memasukkan gen sehat ke dalam sel-sel itu, lalu mengembalikannya ke tubuh pasien. Diharapkan sel yang telah dimanipulasi itu akan mengambil alih peran sel-sel yang membawa kelainan penyakit tadi. Sayangnya, seringkali sel-sel sehatnya keburu “menua” di saat terapis selesai menanganinya, sehingga mati sebelum bisa berbuat banyak.
Dengan mencegah kematian sel, proses telomerase diharapkan juga akan merangsang sel-sel bekerja lebih baik. Timnya telah mencoba pada sel kulit, retina, dan kulit bagian dalam arteri. Hasilnya, semua sel tumbuh telomerenya bersifat normal tanpa tanda-tanda menjadi kanker.
Andaikan proses penuaan ini arena peperangan yang penuh misteri, maka rupanya manusia menyerang untuk menguakkan tabirnya dari segala penjuru. Profesor Stephen A. Krawetz dari Fakultas Kedokteran Wayne State University, “menembaknya” dari kasus-kasus progeria.
Pertumbuhan manusia normal dapat digambarkan seperti gunung. Tahap pertama meningkat, mencapai puncak (saat manusia berumur 20-an), kemudian tiba tahap kedua menurun. Dengan sendirinya, jika proses penuaan dapat dihentikan saat manusia berada di puncak, kemudaannya akan bertahan.
Penderita progeria dipilih karena kelainan ini adalah contoh tepat, di mana jam penuaan diputar dengan kecepatan amat tinggi, sehingga proses penguzuran berlangsung jauh lebih cepat daripada yang normal terjadi. Asumsi yang diambil Krawetz, semua gen yang berkaitan dengan proses penuaan adalah bagian dari respons normal karena suatu mekanisme kontrol telah hilang. Bila penanda progeria dapat ditemukan, Krawets akan mampu mencari jalan mematikan proses penuaan cepat akibat progeria. Jika berhasil, berarti telah ditemukan pula cara menghentikan semua jenis penuaan. Demikianlah, kiprah manusia dalam ilmu yang satu ini tak urung mengundang decak kagum.

Gen buruk pun bisa balik
Karena rekayasa genetik, diharapkan bukan hanya penyakit menjadi masa lalu, tapi orang dapat memilih jenis anak yang diinginkan dari katalog. Namun, sementara kemajuan ilmu tak sedikit, pemahaman mendasarnya masih sering dipenuhi pro dan kontra.
Sebagai contoh, ada pendapat, gen tunggal bertanggung jawab atas sifat khusus, mulai warna mata hingga kecerdasan. Malah, beberapa waktu lalu banyak orang dikejutkan dengan ditemukannya gen yang konon menandai apakah orang mudah depresi atau berperilaku homoseksual.
Padahal, menurut Stanton Peele Ph.D dan Richard DeGranpre Ph.D dalam tulisan My Genes Made Me Do It, “Keliru sekali bila kita mengira hanya ada gen tunggal di balik berbagai pembawaan manusia yang kompleks, seperti orientasi seks, perilaku antisosial, kelainan mental macam schizophrenia atau depresi.”
Sedang pembawaan yang sesederhana tinggi badan saja ternyata ditentukan oleh beberapa pasang gen. Belum lagi peran lingkungan. Mengapa anak-anak muda Jepang yang berusia 20 tahun rata-rata lebih tinggi 15 cm daripada generasi kakek mereka pada usia yang sama? Bukan karena mutasi gen, melainkan perubahan diet nasional bangsa itu. Jadi “keturunan” bukan segalanya.
Apalagi, gen yang buruk pun dapat bersifat baik. Gen haemoglobin S, misalnya, yang diwarisi dari kedua orang tua dapat menyebabkan si anak menderita anemia sickle cell, penyakit yang melumpuhkan dan menyebabkan mati muda. Tapi jika hanya gen tunggal yang terdeteksi, muncul kondisi asimptomatik (kecenderungan mengidap), yang justru membuat pengidapnya tahan terhadap malaria.
Maka tes genetik pun dinilai tidak memiliki informasi yang akurat dan spesifik. Saat ini saja telah bisa dilakukan tes untuk + 50 ciri gen yang mengindikasikan kemungkinan mengidap penyakit tertentu. Namun, hasil positifnya tidak menjamin pengidapnya pasti akan menderita penyakit yang bersangkutan, kalaupun ya, tak dapat ditentukan kapan, atau bakal separah apa.
Dari sini penelitian genetika diakui menimbulkan kondisi memprihatinkan karena jauh meninggalkan pemahaman moral dan kode etik.

Paten Gen
Kemajuan ilmu genetika, membawa manusia pada tujuan yang semakin ambisius. Salah satunya, proyek Genome, pemetaan gen manusia yang bernilai miliaran dolar dan berskala internasional. Tujuan projek itu, membuat kronik urutan DNA yang menyusun seluruh gen manusia. Saat selesai, panjang buku besar akan mencatat + 3 juta elemen. Harapannya, banyak gen penyebab penyakit genetik bisa diidentifikasi.
Namun, proyek yang sekilas positif bagi kemanusiaan itu ternyata malah membangkitkan kontroversi. Di AS, proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah, industri swasta, dan lembaga pendidikan, menjadi ajang perebutan hak paten oleh ketiga lembaga pelaksananya. Kode genetika ternyata semakin menjadi komoditi berharga. Lucunya, beberapa hal mendasar masih belum dihayati secara benar oleh para pelaku perebutan. Institut Kesehatan Nasional AS saja mengajukan permohonan atas 2.000 rantai gen, yang meski diketahui komposisinya, belum diketahui fungsi dan manfaatnya. Padahal salah satu syarat mendapat hak paten di AS adalah penemuan harus bermanfaat.
Mengapa paten menjadi demikian penting, dapat dilihat dalam pengalaman yang dialami seorang pengusaha bernama John Moore di tahun 1976. Pengusaha AS tersebut baru menjalani operasi pengangkatan kanker pada limpa. Tanpa sepengetahuannya, sel itu dibiakkan. Hasilnya, rantai sel dengan nama paten “Mo”. Mo dipakai untuk membuat 9 produk kebutuhan manusia termasuk interferon dan pemacu sistem kekebalan. Diduga nilai komersial rantai sel Mo dan byproduct-nya mencapai AS $ 3 miliar. Tanpa Moore pernah menerima sepeser pun.
Berbagai reaksi negatif terhadap komersialisasi genetika pun bermunculan, termasuk dari Parlemen Eropa, Parlemen India, dan masyarakat asli di Pasifik Selatan, yang sering dijadikan objek penelitian genetika. Mengandaikan ilmu terus berkembang, teknik semakin sempurna, barangkali sebagian impian manusia kini akan menjadi kenyataan. Sukardi yang patah tangan tak perlu membeli tangan palsu karena tangannya dapat ditumbuhkan kembali. Namun, bagaimana nasib banyak manusia yang bakal jadi warga kelas dua hanya karena tak lolos “litsus” genetika? Akankah sang Piala Suci membuat manusia dipandang melulu sebagai komoditi bernomor, yang dinilai melulu dari “kualitas produk”-nya? Lebih mengerikan lagi, akankah ia menjadikan manusia takabur, berlagak sebagai yang maha tahu, berpretensi mampu menciptakan apa saja, termasuk makhluk serupa dirinya, bahkan menembus keabadian dengan badan kasarnya.

Serap tenaga kerja
Memang di dalam teknologi rekayasa genetika ada yang aman ada juga yang tidak, sama amannya atau sama bahayanya dengan gen-gen yang direkayasa. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, tanaman transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun. Kelebihan dari proses rekayasa genetika tanaman transgenik dibandingkan dengan pemuliaan tanaman secara tradisional yaitu dalam tanaman transgenik, gen yang dipindahkan dapat diketahui dengan persis dan dapat diikuti "perjalanannya". Tanaman yang tahan terhadap serangga tertentu, tidak begitu banyak memerlukan insektisida, bahan bakar untuk alat semprot, dan tidak ada kaleng bekas insektisida menjadikan tanaman transgenik ramah terhadap lingkungan.
Dapat menjadi bahan renungan bagi kita, saat ini enam puluh persen benih yang dijual di Amerika adalah benih hasil rekayasa genetika. Tak heran, jika sejak 1992 pertumbuhan industri bioteknologi mengalami pertumbuhan lebih dari tiga kali lipat. Dengan peningkatan pendapatan dari 8 miliar dolar AS di tahun 1992 menjadi 27,6 miliar dolar AS di tahun 2001.
Bukan hanya itu, industri bioteknologi telah menyediakan lapangan kerja bagi 179.000 orang, jumlah ini lebih banyak dari jumlah pekerja di bidang makanan, mainan, dan jasa. Inilah kemajuan bioteknologi yang kita harapkan. Coba kita cermati apa yang dikatakan William Shakespeare dalam Measure for Measure, keraguan adalah pengkhianatan, membuat kita kehilangan peluang untuk menang karena rasa takut untuk mencoba.

Benarkah rekayasa genetika berbahaya bagi mahluk hidup
Penelitian terbaru yang dilakukan para pakar bioteknologi di Inggris yang dimuat dalam “Nature Journal”, menyimpulkan bahwa tanaman hasil rekayasa genetika tidak perlu dikhawatirkan. Hal ini diungkapkan oleh Michael Crawley, ahli biologi Imperial College. Tim yang dibentuk pada awal tahun 1990, dipimpin oleh Crawley, melakukan penelitian pada tanaman transgenik. Selama 10 tahun, tim peneliti mengamati berbagai jenis tanaman transgenik di 12 lokasi di Inggris.
Penelitian jangka panjang ini pertama kalinya dilakukan dan ditujukan untuk mengamati dua kemungkinan risiko dari teknologi transgenik. Pertama, adalah pengaruh terhadap lingkungan dari makanan hasil rekayasa (GM food). Kedua, apakah tanaman ini akan menyebar tanpa bisa dikontrol dan apakah ada perkembangbiakan di antara mereka dengan spesies asli untuk membentuk tanaman invasif. Penelitian yang didukung oleh pemerintah Inggris dan melibatkan konsorsium perusahaan bioteknologi ini membuktikan bahwa tanaman ini tidak berubah menjadi ”tanaman super” ataupun berproduksi tanpa kendali sampai mengambil alih habitat tanaman asli.
Dari hasil penelitian pada tanaman jagung, kentang, kanola, tepung maizena, dan gula transgenik selama 10 tahun lebih yang dilakukan dalam skala besar, para ilmuwan menyimpulkan bahwa tanaman transgenik tidak akan memengaruhi tanaman lain. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa tanaman transgenik tidak memengaruhi lingkungan.

Risiko lingkungan
Pelepasan tanaman produk rekayasa genetika ke alam dipandang memiliki risiko terhadap lingkungan dan kesehatan manusia seperti misalnya kemungkinan tanaman transgenik tersebut menjadi gulma, kemungkinan terjadinya perpindahan gen pada spesies lain yang berakibat buruk, dan risiko kesehatan karena tanaman transgenik tersebut digunakan sebagai makanan.
Proses perpindahan DNA dari satu spesies ke spesies lain secara alami terjadi di alam. Bahkan dipercaya proses ini merupakan bagian dari proses evolusi biosfer planet Bumi yaitu terjadinya perpindahan materi genetik ganggang hijau biru (merupakan nenek moyang sel tanaman) yang menyebabkan tanaman menjadi mampu melakukan proses fotosintesis yang secara drastis mengubah kondisi Bumi yang tadinya tidak beroksigen (anaerobik) menjadi beroksigen (aerobik).
Contoh lain misalnya ketahanan bakteri tanah Agrobacterium tumefasciens dengan mengintegrasikan sebagian genomnya pada tanaman, seperti pada pembuatan tanaman transgenik saat ini. Dengan demikian, proses perpindahan DNA pada tanaman transgenik tidak dengan sendirinya menimbulkan risiko, namun yang dihasilkan dari ekspresi gen intraduksilah yang harus dikaji risikonya.

Berikut ini adalah petikan-petikan analisis risiko yang berasal publikasi The Royal Society of New Zealand.
1. Apakah tanaman transgenik berbahaya bila dikonsumsi?
Tanaman transgenik dapat berbahaya atau bermanfaat bagi manusia dan lingkungan tergantung tujuan pengembangannya dan tidak terlepas juga dari sifat gen yang diintroduksi. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, maka tanaman transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun. Kelebihan dari proses rekayasa genetika tanaman transgenik dibandingkan dengan pemuliaan tanaman secara tradisional yaitu dalam tanaman transgenik, gen yang dipindahkan dapat diketahui dengan persis dan dapat diikuti “perjalanannya”. Analisis toksisitas pada tanaman transgenik biasa dilakukan dengan menggunakan metoda acute gavage dan feeding studies pada binatang-binatang percobaan untuk menentukan apakah protein baru bersifat toksik atau tidak
Sementara itu, telah didokumentasikan bahwa tanaman-tanaman hasil pemuliaan tradisional pun dapat membahayakan kesehatan seperti varietas kentang Lenape dari AS dan Kanada dan varietas Magnum bonum dari Swedia. Kedua varietas ini telah ditarik dari pasaran karena memiliki kadar racun glikoalkaloid yang tinggi. Selain itu, varietas seledri yang resist (tahan) terhadap serangga hasil pemuliaan tradisional yang dilepas di Amerika Serikat ternyata memiliki kadar psoralen (karsinogen) yang tinggi.
2. Apakah produk rekayasa genetik membunuh manusia ?
Penyakit EMS (Eosinophilia-Myalgia Syndrome) yang menyebabkan kematian pada manusia ternyata disebabkan oleh konsumsi makanan suplemen yang mengandung L-tryptophan (US FDA 1990). L-tryptophan dihasilkan dari hasil fermentasi bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Untuk meningkatkan produksi asam amino ini, perusahaan pembuatnya yaitu Showa Denko merekayasa genetik bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Pada saat bersamaan perusahaan itu juga mereduksi penggunaan karbon aktif yang diperlukan untuk menyaring kontaminan dan impuriti yang biasa terdapat pada setiap proses fermentasi sebanyak 50 persen. Penyakit EMS (tryptophan) yang terjadi diakibatkan oleh proses penyaringan yang tidak sempurna. Penyakit ini bukan disebabkan karena penggunaan transgenik bakteri.
3. Mungkinkah tanaman transgenik berubah menjadi gulma?
Tanaman budi daya memiliki tampilan agronomis yang jauh berbeda dibandingkan dengan tanaman nenek moyangnya yang mungkin lebih menyerupai gulma. Ciri-ciri gulma adalah biji memiliki masa dormansi (istirahat) yang panjang, mampu beradaptasi pada lingkungan yang beragam, pertumbuhan yang terus menerus, serta penyebaran biji yang lebih luas. Ciri-ciri kegulmaan ini telah dihilangkan pada tanaman budidaya melalui proses pemulian tanaman selama ratusan bahkan ribuan tahun. Pemindahan satu gen saja (misalnya gen ketahanan terhadap serangga, atau herbisida) tidak akan bisa mengembalikan semua karakter kegulmaan pada tanaman budidaya.
Penanaman tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida mendatangkan kekhawatiran akan berpindahnya karakter tahan terhadap herbisida tersebut pada kerabat liarnya yang merupakan gulma sehingga tanaman tersebut dikhawatirkan menjadi tanaman gulma yang super. Kekhawatiran ini terutama mungkin terjadi jika tanaman tersebut ditempatkan di tempat keanekaragaman hayati (center of genetic diversity) tanaman transgenik tersebut. Tanaman-tanaman budidaya yang ditanam secara luas di Indonesia dan memiliki nilai tinggi berasal dari introduksi dari negara lain, seperti jagung yang berasal dari Meksiko, kedelai dari Cina, kapas dari India, kelapa sawit dari Papua Nugini, dan karet dari Brazil.
4. Apakah produk rekayasa genetika dapat menyebabkan alergi?
Alergi terhadap makanan diartikan sebagai reaksi imunologi (kekebalan) tubuh, yang mempunyai dampak merugikan kesehatan, terhadap antigen yang terdapat dalam makanan. Lebih dari 90 persen kasus alergi terhadap makanan disebabkan karena makanan-makanan yang termasuk dalam “kelompok delapan” yaitu telur, ikan, makanan laut, susu, kacang tanah, kacang kedelai, pohon penghasil kacang (tree nuts), dan gandum. Rekayasa genetika memungkinkan terjadinya introduksi protein yang berasal dari sumber yang beragam pada makanan. Alergy and Immunology Institute dan International Food Biotechnology Council bersama dengan para pakar di bidangnya telah merumuskan protokol pengujian kemungkinan makanan hasil rekayasa genetika yang bersifat sebagai alergen. Untuk menguji makanan hasil rekayasa genetika yang tidak mengandung alergen dilakukan serangkaian pengujian meliputi identifikasi sumber gen apakah berasal dari “kelompok delapan” di atas.
Dari contoh evaluasi alergenitas di atas dapat disimpulkan bahwa kemungkinan diintroduksinya alergen pada proses rekayasa genetika sudah dapat diprediksi dengan metoda deteksi yang memang sudah tersedia untuk mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan introduksi ini. Penelitian-penelitian selama ini membuktikan bahwa penambahan protein pada makanan yang bukan berasal dari kelompok delapan di atas, yang tidak memiliki kesamaan susunan asam amino dengan protein alergen yang ada di database serta protein pada sumber makanan tersebut mudah terurai (tidak stabil) pada pemanasan maupun pada proses pencernaan, tidak membuat tanaman transgenik tersebut menjadi lebih bersifat alergen dibandingkan dengan tanaman bukan transgenik.
Selain itu, dibandingkan dengan proses pemuliaan biasa, gen yang diintroduksi pada tanaman hasil rekayasa genetika, sudah diketahui persis susunan DNA-nya maupun protein hasil ekspresinya, sehingga kemungkinan adanya alergen pada tanaman hasil rekayasa genetika sudah dapat diprediksi lebih dini. Misalnya, penelitian di Jepang menunjukkan dengan rekayasa genetika telah dimungkinkan adanya pengurangan kadar protein alergen tanaman padi.

DAFTAR PUSTAKA

Hendra,2008, Bahayakah Tumbuhan Transgenik? http://hendra-
jaya.blogspot.com/2008/01/bahayakah-tumbuhan-transgenik.html

http://www.shantybio.transdigit.com/?Biologi_-
Genetika:Rekayasa_Genetika_Tanaman

http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/21/tanaman-produk-rekayasa- genetika/Bahayakah Bagi Kesehatan?

http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=915Rekay
sa Genetika, Siapa Takut?Oleh arixs

http://www.shantybio.transdigit.com/?Biologi_-
enetika:Kloning_Domba_DollyKloning Domba

hendra 2008. Mengenal teknologi rekayasa genetika,http://hendra-jaya.blogspot.com/2008/01/mengenal-teknologi-rekayasa-genetika.

Belgis,2008, penemuan mikroba
http://queenofsheeba.wordpress.com/2008/08/06/penemuan- mikroba

http://cafepojok.com/forum/showthread.php?t=31388]

Irenra Rajawali Pohon Rekayasa Genetika Berbahaya
http://satudunia.oneworld.net/?q=node/2160

Arifin dwi. http://mekanisasi-pertanian.blogspot.com/2008/05/pengertian-rekayasa
genetika.html

Ulya raniarti. http://p3nsacola.blogspot.com/2007/05/antara-rekayasa-genetika-dan
pace.html